Auditing I EKSI4308 - Pengaruh Perilaku Fraud (Triangle, Diamond, Dan Pentagon) Terhadap Tingkatan Fraud

BAB I PENDAHULUAN 

Perusahaan dalam perkembangannya selalu berusaha untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien sehingga nilai yang dimilikinya meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi, perusahaan ataupun organisasi dengan jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatan apapun senantiasa memiliki risiko terjadinya fraud.  

Fraud merupakan bahaya laten yang mengancam dunia. Fraud atau kecurangan, dengan segala bentuk dan modusnya telah membawa dampak buruk dan kerugian kepada organisasi bisnis maupun organisasi sektor publik. Hasil penelitian Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Global menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata 5% dari pendapatan organisasi menjadi korban fraud. Fraud menggerogoti dan menghancurkan perusahaanperusahaan besar dunia seperti Enron Inc. di Amerika yang menyembunyikan kondisi keuangan perusahaan hingga bertahun-tahun. Keuangan perusahaan bagus, dinyatakan terus untung sehingga saham Enron Inc. terus diminati investor. KAP yang mengaudit pun dengan mengetahui hal ini tetap mempertahankan Enron sebagai klien hingga akhirnya kasus tersebut terungkap dan Enron dinyatakan bangkrut dengan meninggalkan hutang puluhan milyar US$.  Data dari Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) yang berjudul Report to The Nation on Occupational Fraud and Abuse 2014 Global Fraud Study menjelaskan bahwa dari seribu empat ratus delapan puluh tiga kasus kecurangan yang terjadi telah menyebabkan kerugian sekitar $ 145.000 per tahun, dimana lebih dari setengah kasus fraud yang terjadi berada pada nilai di bawah $200.000 per tahun dan lebih dari seperlima lainnya menyebabkan kerugian sekitar $1.000.000 pertahun. (Sumber: www.acfe.com) 

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang melakukan fraud. Antara satu orang dengan yang lainnya bisa berbeda-beda. Dari faktor-faktor inilah yang menjadi tekanan bagi pelaku untuk melakukan fraud. Gejala fraud antara pegawai, manajemen, atau top manager tentu berbeda. Faktor-faktor inilah yang harus kita analisis sehingga kita bisa memahami dengan lebih seksama faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fraud. Dengan perspektif yang lebih teliti, kita bisa menentukan pengendalian yang tepat untuk pola perilaku fraud tertentu sehingga tindakan fraud bisa dikendalikan semaksimal mungkin karena fraud dengan segala bentuknya harus dihentikan. 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Fraud 

Secara harfiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti. 

Sedangkan menurut The Association of  Certified Fraud Examiners (ACFE) fraud adalah segala upaya untuk mengelabui atau memperdaya pihak lain dengan tujuan untuk memperoleh manfaat pribadi (Priantara,2013). 
Berdasarkan definisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception” yaitu sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja. 

Menurut Mark R. Simmons, (dalam Koesmana dkk; 2007) untuk dikatakan sebagai fraud harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:

1.  Tindakan dilakukan secara sengaja, 
2.  Adanya korban yang menganggap (karena tidak tahu keadaan sebenarnya) bahwa tindakan tersebut adalah wajar dan benar, pelaku dan korban dapat berupa individu, kelompok atau organisasi, 
3.  Korban percaya dan bertindak atas dasar tindakan pelaku, 
4.  Korban menderita rugi akibat tindakan pelaku. 
B. Teori-Teori Fraud
Beberapa pendekatan digunakan untuk mendeteksi faktor penentu perilaku kecurangan. Perilaku fraud dapat diasumsikan ke dalam tiga teori fraud yaitu teori fraud triangle, fraud diamond, dan fraud pentagon. 
1.)    Teori Fraud Triangle 
Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey setelah melakukan penelitian untuk tesis doktor-nya pada tahun 1950. Pada awalnya Cressey melakukan penelitian kepada 113 orang yang melakukan pelanggaran hukum di bidang penggelapan uang di perusahaan.  
 
Cressey menemukan bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki masalah keuangan yang tidak bisa diselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan jabatan atau pekerjaan yang mereka miliki. Cressey juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan melawan hukum, tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar. Cressey mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang mendukung seseorang melakukan fraud, yaitu:
a.          Pressure (Dorongan)
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya kebutuhan ekonomi keluarga, hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

b.          Opportunity (Kesempatan)
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal             control             suatu    organisasi        yang    lemah, kurangnya       pengawasan,    dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud

c.          Rationalization (Pembenaran)
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya bahwa salah satu anggota keluarganya sedang sakit keras dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi, perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut karena kebutuhannya mendesak dan harus segera dipenuhi. 

2.) Teori Fraud Diamond 

 
Teori  fraud diamond merupakan  penyempurnaan teori fraud triangle Konsep fraud diamond kemudian dikembangkan untuk memahami faktor lain yang mempengaruhi perilaku kecurangan. Wolfe & Hermanson (2004) meyakini bahwa konsep fraud triangle dapat dikembangkan untuk pencegahan dan deteksi perilaku kecurangan dengan menambahkan satu elemen yaitu capability. Penipuan atau kecurangan tidak mungkin dapat terjadi tanpa orang yang memiliki  kemampuan     atau capability yang tepat untuk melaksanakan penipuan atau kecurangan tersebut yaitu sifat individu          melakukan       penipuan,         yang mendorong mereka untuk mencari kesempatan dan memanfaatkannya.


3.)  Teori Fraud Pentagon  
 
Seiring dengan berkembangnya zaman, kondisi perusahaan saat ini semakin berkembang dan kompleks dibanding dulu. Para pelaku fraud pun kini lebih cerdik dan mampu mengakses berbagai informasi perusahaan. Hal inilah menyebabkan teori fraud perlu berkembang dari fraud triangle menjadi fraud pentagon. 5 elemen dalam fraud pentagon adalah pressure, opportunity, rationalization, competence, and arrogance.  Konsep fraud pentagon dianggap lebih bisa menangkap faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kecurangan. Tessa dan Harto (2016) menjelaskan bahwa teori terbarukan yang mengupas lebih mendalam mengenai faktor-faktor pemicu fraud adalah teori fraud pentagon (Crowe’s fraud pentagon theory). Elemen kelima yang dimaksud adalah arogansi (arogance). Arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya. 

BAB III PEMBAHASAN

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang dalam berbuat fraud semakin berkembang. Motif yang dimiliki pelaku fraud tidak hanya terbatas pada tuntutan ekonomi, bahkan seringkali fraud dilakukan oleh middle dan top management yang berkecukupan secara ekonomi. Teori fraud mengalami perkembangan secara terus-menerus guna menangkap perubahan-perubahan motif yang mendasari terjadinya fraud karena pelaku fraud semakin cerdik dalam memanfaatkan fasilitas dan informasi yang dimiliki.
Teori perilaku fraud triangle menunjukkan bahwa pada saat penelitian tersebut dilakukan, yaitu ketika tahun 1950 memang tingkatan fraud dilakukan karena adanya pressure (dorongan), opportunity (kesempatan), dan rationalization (pembenaran). Tindakan fraud belum merebak hingga seperti saat ini. Fraud ketika saat itu dianggap sebagai hal yang anomali dan pelakunya bisa dibilang sedikit atau terbatas. Tindakan fraud pada saat itu belum sampai menggulingkan sebuah perusahaan namun lebih kepada keinginan pribadi untuk menguntungkan atau memperkaya diri sendiri dan koloni. Tindakan fraud belum sampai pada tindakan yang kompleks sehingga lebih mudah untuk dideteksi dan ditemukan oleh pihak lain apabila dilakukan pemeriksaan.
Kemudian, semakin berkembangnya zaman semakin menambah faktor-faktor yang mendorong terjadinya fraud yaitu dengan munculnya teori fraud diamond yang mana tidak hanya pressure (dorongan), opportunity (kesempatan), dan rationalization (pembenaran) saja yang mempengaruhi tapi juga ada faktor kemampuan (capability) yang sesuai untuk melakukan tindakan kecurangan. Hal ini dikarenakan perusahaan pun telah melengkapi sistem pengendalian perusahaannya dengan pengamanan yang terbaik. Dibutuhkan lebih dari sekedar faktor-faktor pendorong secara motivasi, namun juga kemampuan nyata untuk bisa dan capable dalam melakukan fraud. Maka dari itu biasanya ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang menguasai bidangnya, misalnya manajemen yang melakukan manipulasi laporan keuangan. Akibatnya, tindakan fraud menjadi sangat kompleks dan sulit untuk ditemukan karena dilakukan oleh ahlinya. Tindakan fraud bisa terjadi untuk jangka waktu yang lama dan berkelanjutan sehingga bisa menghancurkan sebuah perusahaan atau lembaga. 

Faktor yang tidak kalah pentingnya dijelaskan dalam teori fraud pentagon. Adanya penambahan faktor arrogance dari teori fraud sebelumnya yaitu teori fraud diamond. Sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya merupakan penyakit laten yang terjadi terutama pada top manager perusahaan atau pada pihak-pihak yang memiliki jabatan khusus di dalam perusahaan atau merupakan orang kepercayaan perusahaan. Pemusatan kekuasaan atau pemberian kekuasaan yang berlebihan memunculkan persepsi bahwa dirinya dipercaya sepenuhnya dan tidak tersentuh hukum. Akibatnya memberikan celah yang lebar bagi pelaku untuk melakukan tindakan fraud. 

Demikianlah perkembangan fraud dari waktu ke waktu, dari yang hanya untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri bisa menjadi tindakan yang kompleks dan sistematis untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok dengan berbagai faktor pendorong yang semakin bervariasi bergantung pada posisi pelaku dalam memanfaatkan celah perusahaan atau organisasi yang ada. Fraud berkembang dari hal yang hanya didorong oleh tiga faktor menjadi beberapa faktor pendukung dan berpengaruh kepada pihak-pihak yang berbeda serta memberikan dampak yang beragam mulai dari kerugian kecil hingga kerugian secara terus menerus dan berhentinya aktivitas perusahaan.  

Setiap level organisasi atau perusahaan senantiasa memiliki resiko fraud, yang membedakan nantinya adalah bagaimana perusahaan menyiapkan sistem yang tepat untuk melakukan pencegahan serta menangani tindakan fraud. Selain itu, merupakan tugas pemerintah juga untuk menetapkan regulasi sehingga memberikan batasan dan konsekuensi yang jelas serta menjadikan efek jera bagi pelaku fraud.  

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Praktik kecurangan hanya bisa dicegah dan dihentikan apabila ada komitmen tinggi oleh berbagai pihak baik internal maupun eksternal untuk menjadikan lingkungan perusahaan yang bebas fraud baik dari sisi pencegahan maupun regulasi yang jelas.  

Perlu dilakukan pemahaman yang lebih dalam mengenai faktor-faktor determinan yang mendorong tindakan fraud karena semakin banyak faktor yang mendorong tindakan fraud. Tindakan fraud berkembang menjadi semakin kompleks sehingga perlu menemukan tools yang tepat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan fraud. Dengan memahami faktor determinan terjadinya perilaku kecurangan kita akan lebih memahami sudut pandang lain yang mempengaruhi terjadinya fraud. Dengan demikian dimungkinkan untuk dapat menentukan kebijakan pengendalian yang lebih efektif.  

Penelitian dan pengungkapan praktik-praktik kecurangan yang terjadi perlu terus dilakukan dengan metode yang tepat sehingga mampu memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas. Hal ini juga menunjukkan komitmen yang tinggi dari para akademisi maupun praktisi, yang pada akhirnya dapat mendorong perusahaan maupun pemerintah untuk melakukan pengendalian yang sesuai, penyusunan regulasi yang jelas, penegakan hukum yang adil serta memberikan hukuman dan efek jera bagi para pelaku fraud. 

DAFTAR PUSTAKA



 



 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Operasi EKMA4215 - Cara Menyusun Strategi Bersaing

Tugas Akhir Program EKSI4500 : Perkembangan Akuntansi Yang Ada Di Indonesia Secara Singkat

Tugas Akhir Program EKSI4500 : Perbedaan Antara Auditing Dengan Jasa Assurance